C. Mewujudkan pembagian kerja yang efektif
Pembagian kerja yang efektif dapat diambil suatu contoh di sebuah perusahaan. Di dalam perusahaan ada suatu hubungan positif antara fungsi persaingan dengan pembagian kerja yang efektif serta evaluasi kinerja karyawan.
Hubungan sosial antara karyawan dengan atasannya dalam institusi yang didasari dengan sistem pembagian kerja sesuai dengan bidangnya masing-masing akan menghasilkan pekerjaan yang optimal. Kinerja karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan dan dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana karyawan itu akan dinilai sebagai pekerja yang efektif oleh atasannya. Karyawan yang mampu memenuhi harapan atasannya, akan menerima evaluasi kinerja yang lebih tinggi sebagai upaya peningkatan prestasi kerja. Dengan demikian, fungsi persaingan untuk mewujudkan pembagian kerja yang efektif akan mampu memenuhi permintaan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
b. Kontravensi (contravention)
1) Pengertian kontravensi
Pertumbuhan penduduk yang cepat dalam waktu singkat (population explotion) jika tidak diimbangi dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dan sejumlah hasil produksi, tentu saja akan menimbulkan masalah-masalah sosial. Beberapa masalah sosial dalam kehidupan masyarakat yang sering muncul dapat kita lihat. misalnya persaingan sosial, pertentangan, pelanggaran atau pertikaian, pencurian, perampokan pelanggaran hukum & hak asasi manusia. Beberapa masalah sosial dalam kehidupan bermasyarakat tersebut sering disebut sebagai bagian dari kontravensi.
Kontravensi adalah suatu bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan & pertentangan, pelanggaran / pertikaian. Kotravensi ditandai dengan gejala-gejala adanya ketidakpuasan terhadap diri seseorang / terhadap suatu rencana. Kontravensi mencakup lima subproses, yaitu; (1) proses-proses yang bersifat umum dari kontravensi; (2) bentuk-bentuk kontravensi yang sederhana (3) bentuk-bentuk kontravensi yang intensif; (4) kontravensi yang bersifat rahasia; dan (5) kontravensi yang bersifat taktis.
2) Tipe kontravensi
Kontravensi dapat dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu:
a. kontravensi yang menyangkut suatu generasi masyarakat;
b. kontravensi yang menyangkut peranan keluarga; dan
c. kontravensi parlementer.
Masing-masing tipe kontravensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Kontravensi yang menyangkut suatu generasi masyarakat
Berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi, sistem informasi & transportasi ikut mewarnai lajunya kontravensi yang menyangkut suatu generasi masyarakat. Kontravensi ini pada umumnya banyak dijumpai di lingkungan kota atau daerah yang cepat menerima informasi global.
Di kota besar banyak terjadi benturan sosial antara generasi tua dengan generasi muda yang memiliki pandangan berbeda. Generasi muda dengan segala teknologi yang praktis dan modern sangat mudah terbawa oleh arus informasi global dengan segala sesuatu dapat dipandang mudah. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan yang dimiliki oleh generasi tua dengan latar pendidikan rendah, wawasan globalnya terbatas dan sering dipandang sebagai orang kolot / memiliki pandangan kuno dengan segala bentuk tradisi lama. Dua sisi yang berbeda tersebut merupakan kontravensi atau pertentangan yang menyangkut suatu generasi dalam kehidupan masyarakat.
b. Kontravensi yang menyangkut peranan keluarga
Keluarga terdiri dari kepala keluarga (ayah), Ibu & anak- anak yang masing-masing memiliki peranan berbeda-beda. Pada umumnya kepala keluarga memiliki peran sebagai pencari nafkah dan melindungi keluarga, ibu berperan mengurus rumah tangga & mengasuh anak, serta anak-anak sebagai anggota keluarga yang memiliki tugas belajar dan membantu orang tua sekedarnya.
Namun tidak dapat dipandang demikian yang terjadi pada era informasi global sekarang ini. Ditandai dengan munculnya istilah “Gender”, kaum wanita yang merasa memiliki kemampuan sama dengan kaum pria. Perkembangan ini seringkali menimbulkan kontravensi / pertentangan dalam keluarga karena masih melekatnya keraguan akan kemampuan wanita berdasarkan kodratnya. Melihat perbedaan tersebut muncul kontravensi / pertentangan yang menyangkut peranan keluarga.
c. Kontravensi parlementer
Kontravensi ini pada umumnya tampak dalam kelompok kelompok masyarakat yang saling bersaing untuk mendapat pengaruh / mempertahankan homogenitasnya. Kelompok yang berkontravensi tersebut dapat dilihat sebagai contoh pada organisasi sosial, lembaga pendidikan, lembaga pemerintahan dan lembaga keagamaan.
Di samping tipe umum terdapat kontravensi yang dekat sekali dengan pertentangan (pertikaian), yaitu : 1. Kontravensi antarmasyarakat setempat (inter maupun intra), 2. Antagonis kegamaan, 3. Kontravensi intelektual misalnya adanya anggapan rendah terhadap mereka yang berpendidikan rendah , 4. Oposisi moral, yang erat sekali hubungannya dengan latar belakang kebudayaan, termasuk sistem nilai.
Ciri-ciri secara umum dalam kontravensi adalah bersifat tertutup.
C. Pertentangan
1) Pengertian pertentangan
Pertentangan merupakan proses sosial dimana orang perorangan atau kelompok perkelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan dengan ancaman / kekerasan. Sebab-sebab pertentangan ini adalah : a. Perbedaan antarorang perorangan, b. Perbedaan kebudayaan, c. Bentrokan antar kepentingan, dan d. Perubahan perubahan sosial. Pertentangan yang menyangkut suatu tujuan, nilai nilai atau kepentingan kepentingan sepanjang pertentangan tersebut tidak berlawanan dengan pola-pola hubungan sosial dalam struktur sosial tertentu disebut pertentangan-pertentangan bersifat positif.
Masyarakat pada umumnya memiliki alat-alat tertentu untuk menyalurkn benih-benih permusuhan, dan alat alat tersebut dalam sosialogi disebut lembaga pengaman (safety valve institutions). Lembaga pengamanan ini hendaknya mampu menyediadakan objek objek tertentu yang dapat mengalihkan perhatian pihak pihak yang bertentangan, agar perhatian mereka diarahkan ke objek lain. Oleh karena itu, lembaga pengaman dapat mengidentifikasi alat-alat yang dibutuhkan untuk mengalihkan perhatian pihak yang bertentangan dan harus mampu memuaskan kedua belah pihak yang saling bertentangan.
2) Bentuk-bentuk pertentangan
Masalah sosial biasanya merupakan warisan dari masa lampau yang pemecahannya belum dituntaskan, meskipun sudah ada upaya pemecahan yang dilakukan tetapi sifatnya sementara. Beberapa masalah yang sering muncul pada kehidupan masyarakat dewasa ini dapat menimbulkan berbagai bentuk pertentangan sosial.
Bentuk-bentuk pertentangan sosial yang sering muncul adalah (1) pertentangan pribadi atau antarorang-perorangan; (2) pertentangan rasial atau perbedaan warna kulit; (3) pertentangan antarkelas kelas sosial karena perbedaan kepentingan, misalnya antara majikan dengan buruh; (4) pertentangan politik, yaitu antara partai dengan partai atau antara negara dengan negara; dan (5) pertentangan yang bersifat internasional.
Interaksi antarindividu atau antarkelompok dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan yang diharapkan sering kali dalam prosesnya diwarnai dengan pertentangan atau pertikaian. Beberapa faktor penyebab munculnya pertentangan atau pertikaian antarindividu atau kelompok dapat didorong oleh adanya: (a) Perbedaan pendapat, prinsip, dan perasaan, (b) Perbedaan adat-istiadat, kebudayaan, dan aturan, (c) Perbedaan muatan kepentingan politik, ekonomi, dan sosial, (d) Munculnya perubahan sosial, disorganisasi, dan disintegrasi.
Pertentangan yang semakin meruncing dan sifatnya sudah menjadi problem sosial perlu adanya suatu upaya untuk menanggulanginya agar tidak terbiasa dan berkembang pada masalah sosial terkait, dan berlarut-larut sehingga dapat mengakibatkan berbagai macam pertentangan.
Pertentangan-pertentangan ini dapat berakibat: (a) makin kuatnya solidaritas kelompok dalam (sesama anggota kelompok); (b) goyahnya atau pudarnya persatuan persatuan kelompok bila pertentangan itu antaranggota kelompok yang sama; (c) perubahan kepribadian orang perorangan; (d) hancurnya kekayaan dan jatuhnya korban; (e) dominasi pihak yang menang terhadap pihak yang kalah.
Pertentangan yang berlarut-larut biasanya sulit untuk didamaikan. Maka betapa pentingnya usaha menghindarkan pertentangan-pertentangan tersebut di dalam masyarakat. Kontravensi terbatas pada perasaan, sedang konflik terwujud pada perbuatan. Jika pertentangan berhenti, maka bisa dipercaya suatu kerukunan / akomodasi yang mampu berperan sebagai media penyelesaian masalah sosial.
C. Sumber-sumber Proses Sosial
Proses sosial baik yang berkenaan dengan gejalanya maupun masalahnya tidak dapat dipisahkan dari kondisi kependudukan, kondisi sosial, dan kondisi lingkungan. Oleh karena itu, untuk dapat mengungkapkan dari mana aksi proses sosial, perlu dikaji sumber-sumber proses sosial tersebut dapat terjadi.
Sumber-sumber proses sosial adalah beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya proses sosial dalam kehidupan bermasyarakat itu sendiri. Proses sosial dalam kehidupan masyarakat tampak pada bentuk-bentuk interaksi sosial. Artinya bentuk-bentuk tersebut tampak beda jika seseorang secara perorangan maupun secara kelompok mengadakan hubungan satu sama lain.
Interaksi sosial dapat disebut juga sebagai proses orang- orang yang berkomunikasi, saling mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Dari pengertian tersebut hal yang paling penting dalam interaksi adalah pengaruh timbal balik saling mempengaruhi. Proses saling mempengaruhi itu sendiri dapat dipahami dari kata interaksi. Secara harfiah, interaksi (interaction) memiliki arti tindakan (oction) dan berbalas-balasan (inter). Dengan demikian, interaksi sosial tersebut dapat terjadi antara seseorang dengan orang lain, antara seseorang dengan kelompok, atau sekelompok orang dengan kelompok lainnya.
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara pihak-pihak tersebut. Interaksi sosial tidak mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu (1) adanya kontak sosial, dan (2) adanya komunikasi.
1. Kontak sosial
Kontak sosial dapat diartikan sebagai saling berhubungan langsung atau bersama- sama menyentuh, misalnya seseorang berhubungan langsung dengan orang lain melalui tatap muka berbicara, berjabat tangan, berbicara langsung melalui telepon dan sejenisnya. Kontak merupakan tahap pertama terjadinya interaksi sosial, dan dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yakni (a) antara orang secara perorangan, misalnya anggota keluarga mempelajari nilai atau norma dalam kehidupan bermasyarakat di lingkungan hidupnya; (b) antara orang perorangan dengan suatu kelompok, misalnya seseorang sedang mendaftarkan diri sebagai calon anggota sebuah organisasi yang sudah melakukan program kegiatan; dan (c) antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya, misalnya antar organisasi olah raga mengadakan uji coba latih tanding bersama.
Kontak sosial dapat bersifat primer (tatap-muka) dan bersifat sekunder (melalui media). Kontak sosial bersifat primer dapat kita lihat misalnya antara seseorang dengan orang lain yang sedang bertemu, bertegur sapa, berbicara atau berjabat tangan. Sedangkan kontak sosial bersifat sekunder terdapat dua macam yakni kontak sekunder secara langsung dengan kontak sekunder secara tidak langsung. Kontak sekunder secara langsung dapat terjadi melalui media telepon, surat, dan internet. Kemudian kontak sekunder secara tidak langsung dapat terjadi melalui perantara orang ketiga misalnya dengan titip pesan atau kirim salam.
2. Komunikasi
Komunikasi adalah hubungan timbal balik antar sesama manusia dan dapat terjadi apabila seseorang memberi arti perlakuan kepada orang lain melalui gagasan atau perasaan sesuatu yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Penerima akan memberikan reaksi (tanggapan) terhadap gagasan atau perasaan (kesan) yang ingin disampaikan. Arti pentingnya kontak dan komunikasi sosial bagi terwujudnya interaksi sosial dapat dirasakan ketika seseorang sedang dalam kehidupan yang terisolasi.
D. Sikap dalam Menghadapi Keragaman Hubungan Sosial untuk Mewuj udkan Keselarasan Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki sejumlah kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pengalaman dan hasil interaksi antarindividu dengan individu atau antarindividu dengan kelompok. Pengalaman juga dapat diperoleh oleh individu karena adanya interaksi manusia dengan lingkungannya baik lingkungan fisik, lingkungan sosial, maupun lingkungan budaya.
Lingkungan fisik adalah keadaan atau kondisi fisik lingkungan alam yang terdapat di sekitar individu. Lingkungan fisik ini dapat berupa bentang alam, lahan pertanian, area permukiman cuaca dan iklim, pegunungan, sungai, danau, dan pantai. Lingkungan sosial adalah manusia atau individu dengan lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial ini dapat berupa lingkungan keluarga, tetangga, tempat bekerja, kampung, desa, kota, provinsi, negara dan dunia. Lingkungan ini secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi. Hal ini disebabkan karena di dalam lingkungan sosial tersebut terdapat norma, aturan, dan adat istiadat yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Lingkungan budaya adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan hasil ciptaan manusia yang bersifat abstrak maupun konkret. Misalnya ide gagasan, bahasa, perilaku, rumah, karya seni, hiburan termasuk di dalamnya adalah radio, televisi, dan media elektronik lainnya Beberapa lingkungan tersebut sangat kuat pengaruhnya untuk mewarnai sikap individu dalam menghadapi keragaman hubungan sosial untuk mewujudkan keselarasan sosial.
Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan perilaku individu atau seseorang terhadap lingkungannya. Sikap juga dapat diartikan sebagai reaksi seseorang terhadap suatu stimulus yang datang kepada dirinya. Sikap memiliki 3 komponen utama yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek atau stimulus yang dihadapi. Afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggap, objek tertentu, sedangkan konasi adalah sikap yang berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. 3 komponen tersebut dapat digunakan sebagai dasar menentukan sikap dalam menghadapi keragaman hubungan sosial untuk mewujudkan keselarasan sosial berdasarkan kepribadian seseorang itu sendiri.
Kepribadian seseorang dapat diamati dari minat, sikap, dan kebiasaan dalam perilaku sehari-hari ditinjau dan aspek sosial budayanya yang meliputi (1) religius; (2) teoretis; (3) ekonomis; (4) estetis; (5) sosial; (6) politis; (7) dinamis; dan (8) inovatif.
Sikap dalam menghadapi keragaman hubungan sosial untuk mewujudkan keselarasan sosial, dapat diuraikan sebagai berikut.
1) Religius
Religius adalah sikap seseorang untuk mengutamakan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai luhur dalam agama yang diyakini. Sikap ini selalu melihat dirinya sebagai satu kesatuan dengan alam semesta sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Perilakunya diharapkan selalu penuh kasih terhadap lingkungan dan sesama makhluk hidup sehingga dapat tercipta suatu lingkungan yang bernuansa sorgawi.
2) Teoretis
Teoritis adalah minat seseorang yang memiliki upaya untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sikapnya kritis, rasional, cerdas, gemar meneliti, dan selalu ingin mencari tahu kebenaran secara ilmiah.
3) Ekonomis
Ekonomis adalah sikap seseorang yang berusaha mengutamakan nilai yang berguna dari suatu benda dan nilai kepraktisan serta senantiasa hemat (ekonomis) atau tidak boros demi terwujudnya kesejahteraan pada masa yang akan datang.
4) Estetis
Estetis adalah sikap seseorang yang mengutamakan nilai tertinggi pada bentuk keindahan, kebersihan, kerapian, keharmonisan, dan keserasian.
5) Sosial
Sosial adalah sikap seseorang yang mengutamakan nilai kebersamaan, memelihara kebaikan antarsemua manusia, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan melestarikan nilai luhur dan norma sosial yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.
6) Politis
Politis adalah minat seseorang yang berupaya untuk mendapatkan pengaruh dan kekuatan pribadi serta memperoleh ketenaran diri dalam kebaikan-kebaikan.
7) Dinamis
Dinamis adalah sikap seseorang yang senantiasa bertenaga kuat, selalu berubah ke arah positif dalam kegiatan yang bersifat dinamik dan bergerak maju.
8) Inovatif
Inovatif adalah sikap seseorang yang senantiasa mengarah pada perbaikan dan pengembangan yang bersifa pembaruan.
Parameter yang digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu hasilnya berupa kategori sikap yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap dalam menghadapi keragaman hubungan sosial untuk mewujudkan keselarasan sosial dapat juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya. Misalnya seseorang yang bersikap mendukung proses hidupnya, nomal, lingkungan alam yang baik, lingkungan sosial dan budaya mendukung, akan besar kemungkinan seseorang tersebut berkecenderungan memiliki kepribadian yang mantap tercermin pada perilaku sehat, cerdas, disiplin, percaya diri, dan berperilaku sopan santun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar